thumbnail_berita

 20 Aug 2015   Penulis:  Admin STEI Yo   Dipost Oleh:  STEI Admin    berita


Oleh: Rofiul Wahyudi

Pendahuluan

Pada KTT ASEAN ke -9 di Bali, Indonesia 2003,  seluruh negara anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan integrasi ekonomi kawasan ASEAN yang lebih nyata dan signifikan melalui pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) salah satunya dalam bidang ekonomi ASEAN Economic Community (AEC). Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN yang direncanakan akan tercapai pada 31 Desember 2015. Salah satu sektor yang mesti dipersiapkan adalah keuangan tepatnya perbankan syariah yang direncanakan akan tercapai pada tahun 2020.

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia semakin pesat dari sisi jaringan kantor sebagai efek dari meningkatnya kebutuhan masyarakat dengan layanan perbankan yang Islami. Menurut data statistik perbankan syariah yang dipublikasikan OJK menunjukkan bahwa sampai Januari 2015, jaringan kantor dengan layanan syariah mencapai 2.944 unit dan jumlah bank syariah telah mencapai 198 unit. Dengan rincian 11 unit adalah Bank Umum Syariah (BUS), 22 unit bank sebagai Unit Usaha Syariah (UUS), dan 164 merupakan Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

Berdasarkan data World Islamic Banking Competitiveness Report 2013-3014, bank syariah di Indonesia termasuk 6 Negara yang memiliki pertumbuhan tercepat yaitu, Qatar, Indonesia, Saudi Arabia, Malaysia, UEA dan Turkey.

Sumber: World Islamic Banking Competitiveness Report 2013-14

Mewujudkan Mimpi Islamic Mega Bank di Indonesia

Salah satu isu yang mengemuka terkait implementasi MEA lebih spesifik di sektor perbankan syariah Indonesia adalah wacana merger bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) syariah yang terdiri dari tiga Bank Umum Syariah (BUS) dan satu Unit Usaha Syariah (UUS) yaitu BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri (BSM), BRI Syariah dan BTN Syariah. Salah satu tujuan merger ini adalah untuk mewujudkan mega bank syariah Indonesia (Indonesia Islamic Mega Bank) sebagai bentuk upaya eksistensi dalam persaingan bank syariah besar di kawasan ASEAN. Namun rencana merger ini masih ditemui beberapa kendala yang ditunjukkan market share baru mencapai 4,88% per Maret 2014, tingginya pembiayaan bermasalah (NPF) bank syariah, tingginya rasio BOPO sehingga berdampak pada tergerusnya laba bank syariah. Christopher (2006) dan Brigham (2006) mendefinisikan merger sebagai upaya penggabungan bersama dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan menurut basis yang disetujui semua pihak oleh manajemen perusahaan dan pemegang saham.

Benjamin Liu dan David Tripe (2001) di New Zealand meneliti dampak merger dan akuisisi terhadap efisiensi operasional pada 7 bank yang melakukan merger dan akuisisi antara 1989 sampai 1998 dengan alat analisis DEA. Hasilnya hanya satu bank yang lebih efisien dari target dan empat bank secara nyata efisien setelah merger. Wade D. Cook, Moez Hababbou and Gordon S. Robert (2000) memakai pendekatan intermediasi dan produksi alat analisis yang digunakan adalah DEA dan Regresi. Meneliti 10 bank di Tunisia dengan hasil bank asing lebih efisien dan semakin tinggi kredit macetnya maka semakin tidak efisien begitu juga banknya makin besar ukurannya makin efisien.

Srinivasan (1992) tentang ’Are There Cost Savings from Bank Mergers?’ dalam Economic Review–Federal Reserve Bank of Atlanta terhadap 500 bank yang me-rencanakan merger pada tahun 1991 dengan nilai lebih dari USD. 20 milyar mengemukakan bahwa merger adalah solusi bagi overcapacity, under-capitalization, lack of diversification and low pofitability. Merger merupakan salah satu solusi dalam mengatasi problem bank di USA. Konsolidasi bank besar pada level nasional dapat mengurangi excess capacity didalam bank dan meningkatkan yield dalam menekan biaya sehingga dapat meningkat-kan profit.

Dengan adanya merger bank BUMN syariah memiliki keuntungan. Pertama, memperkuat struktur permodalan. Dengan dilakukan merger 4 bank syariah milik BUMN, maka struktur permodalan akan lebih kuat sehingga berdampak meningkatnya brand image sebagai bank BUMN, akselerasi bisnis bank BUMN sebagai Bank BO 1 untuk dapat mengelola dana APBN, membiayai proyek infrastruktur pemerintah karena BMPP lebih tinggi, customer based lebih luas yaitu customer based 4 Bank Syariah, mempercepat peningkatan market share perbankan syariah, meningkatkan efisiensi bank syariah sehingga lebih kompetitif, dan pengawasan lebih mudah bagi regulator.

Kedua, meningkatkan daya saing perbankan syariah di Indonesia pasca merger dengan syarat struktur industri bank syariah masih perlu dikuatkan, kualitas SDM masih perlu ditingkatkan, time platform konsolidasi yang menyangkut corporate culture, platform teknologi informasi misalnya penyesuaian corebanking, bussiness process misalnya penyesuaian model bisnis, Kualitas Aktiva Produktif misalnya sinkronisasi strategi perbaikan NPF.

Dua skenario yang dapat dilakukan untuk mewujudkan mimpi memiliki Indonesia Islamic Mega Bank. Pertama, menggabungankan bank milik BUMN Syariah. Jika digabungkan, Modal Inti ketiga Bank Umum Syariah tersebut mencapai Rp 8,68 T atau baru dapat masuk Bank dengan kelompok BUKU III.




©2024 STEI Yogyakarta.