Dr.Mujahid Quraisy, S.E., M.S.I. (Ketua STEI Yogyakarta)
Pentingnya Konektivitas Sistem
Pembayaran
Konektivitas sistem pembayaran
memainkan peran penting dalam meningkatkan aktivitas ekonomi dan memfasilitasi
perdagangan dan investasi. Melalui infrastruktur sistem pembayaran yang lancar,
negara-negara anggota ASEAN dapat mempromosikan transaksi lintas batas, menarik
investasi asing, dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia, bersama
dengan bank sentral Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina, telah
mengambil langkah signifikan dengan menandatangani Nota Kesepahaman (MoU)
terkait Konektivitas Pembayaran Regional (RPC). Kesepakatan bersejarah ini
menunjukkan komitmen kelima negara ASEAN tersebut untuk mendorong integrasi
ekonomi dan kerja sama yang lebih erat.
Keuntungan dari Konektivitas
Pembayaran Regional
Implementasi konektivitas
pembayaran regional membawa banyak keuntungan bagi negara-negara anggota ASEAN.
Salah satu manfaat utamanya adalah kemudahan melakukan transaksi saat melakukan
perjalanan ke negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia,
Filipina, dan Thailand. Dengan diperkenalkannya Standar Kode QR Indonesia
(QRIS) misalnya, individu sekarang dapat melakukan pembayaran dengan lancar
menggunakan smartphone mereka, memberikan cara yang lebih nyaman dan efisien
dalam bertransaksi. Keberhasilan ini menjadi bukti komitmen ASEAN terhadap
transformasi digital dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan perubahan zaman.
Seperti yang diungkapkan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry
Damayanti, kondisi ekonomi negara-negara ASEAN saat ini lebih baik daripada
banyak negara maju. Sementara pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan mencapai
2,6% pada tahun 2023, negara-negara ASEAN diperkirakan akan melampaui
pertumbuhan 5%. Kinerja ekonomi yang kuat ini membuat ASEAN menjadi wilayah
yang menjanjikan untuk investasi dan kerja sama.
Peran Ekonomi Digital dan
Teknologi Keuangan
Ekonomi digital dan teknologi keuangan telah memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Pandemi COVID-19 telah lebih mempercepat laju digitalisasi di sektor ekonomi dan keuangan. Indonesia telah menyaksikan peningkatan signifikan penggunaan QRIS, dengan lebih dari 32 juta pengguna dan 25,4 juta pedagang yang menerima metode pembayaran ini. Selain itu, sistem transaksi BI Fast telah memproses transaksi senilai Rp1,133 triliun hanya dalam satu kuartal pertama tahun 2023. Angka-angka impresif ini dengan jelas menunjukkan adopsi dan penerimaan yang semakin meningkat terhadap solusi pembayaran digital di Indonesia. Selain itu, Bali, salah satu tujuan wisata terpopuler di Indonesia, telah menjadi pusat yang berkembang bagi aset digital dan mata uang kripto. Reputasinya sebagai "pusat kripto global" telah menarik para digital nomad yang memilih untuk menetap di Bali untuk jangka waktu yang lebih lama, yang juga turut berkontribusi pada transformasi digital di wilayah tersebut.
Prospek Pengembangan Mata Uang
Digital
Bali merupakan wilayah yang baik
untuk model pengembangan mata uang digital. Peringkat indeks kompetitif Pulau
Bali yang berada di antara sepuluh besar di Indonesia, menunjukkan kesiapan dan
kesadaran penduduk lokal terhadap digitalisasi. Selain itu, penggunaan aset
digital dan mata uang kripto yang semakin meningkat di Bali memberikan peluang
bagi pengembangan mata uang digital. Trisno Nugroho, Kepala Kantor Perwakilan
Bank Indonesia di Bali, memperkirakan masa depan cerah untuk mata uang digital
di Bali, mengingat jumlah pedagang dan pengguna QRIS yang semakin meningkat di
provinsi tersebut. Dengan pemulihan sektor pariwisata, dengan kunjungan oleh
4,8 juta wisatawan asing yang diperkirakan akan terjadi pada akhir tahun 2023,
Bali memiliki potensi untuk menjadi pusat mata uang digital.
Meskipun terdapat kemajuan dalam membangun konektivitas sistem pembayaran regional di ASEAN, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi. Beberapa tantangan yang dihadapi meliputi perbedaan regulasi keuangan antar negara, keamanan dan privasi data, serta adopsi teknologi yang merata di seluruh wilayah ASEAN. Perbedaan Regulasi Keuangan: Setiap negara anggota ASEAN memiliki regulasi keuangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat menjadi hambatan dalam mengintegrasikan sistem pembayaran antar negara. Solusinya adalah dengan memperkuat kerja sama antar negara untuk menyamakan regulasi keuangan terkait sistem pembayaran lintas batas. Melalui dialog dan negosiasi, ASEAN dapat mencapai kesepakatan untuk memperkuat kerangka regulasi yang saling mendukung.
Keamanan dan Privasi Data: Dalam
lingkungan transaksi lintas batas, keamanan dan privasi data menjadi perhatian
utama. Penting untuk memastikan bahwa sistem pembayaran yang terhubung memiliki
langkah-langkah keamanan yang kuat dan mematuhi standar privasi data yang
berlaku di setiap negara. Solusinya adalah dengan membangun kerangka keamanan
dan privasi yang seragam di seluruh ASEAN, dengan melibatkan partisipasi aktif
dari bank sentral dan pihak terkait lainnya.
Adopsi Teknologi yang Merata:
Tingkat adopsi teknologi yang merata di seluruh negara anggota ASEAN dapat
menjadi tantangan dalam membangun konektivitas sistem pembayaran. Beberapa
negara mungkin mengalami kesenjangan teknologi yang perlu diatasi agar semua
negara dapat terhubung secara efektif. Solusinya adalah dengan memberikan
dukungan teknis dan pelatihan kepada negara-negara yang membutuhkan untuk
mempercepat adopsi teknologi. Selain itu, kerja sama dengan sektor swasta dan
lembaga keuangan dapat membantu dalam memperluas akses teknologi keuangan di
wilayah ASEAN.
Kesimpulan
Konektivitas sistem pembayaran regional di ASEAN berperan penting dalam meningkatkan aktivitas ekonomi, perdagangan, dan investasi di antara negara-negara anggota. Inisiatif Konektivitas Pembayaran Regional (RPC) yang melibatkan Bank Indonesia dan bank sentral negara-negara ASEAN lainnya menunjukkan komitmen untuk memperkuat integrasi ekonomi dan kerja sama regional.
Keuntungan konektivitas pembayaran regional termasuk kemudahan transaksi lintas batas dan adopsi teknologi keuangan yang mempercepat pertumbuhan ekonomi. Digitalisasi dan QRIS sebagai metode pembayaran populer di Indonesia menjadi bukti adopsi yang semakin meningkat. Bali juga berkembang sebagai pusat kripto global, yang berkontribusi pada transformasi digital di wilayah tersebut.
Tantangan yang dihadapi dalam membangun konektivitas sistem pembayaran regional meliputi perbedaan regulasi keuangan, keamanan dan privasi data, serta kesenjangan dalam adopsi teknologi. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kerja sama dalam menyamakan regulasi, membangun kerangka keamanan dan privasi data yang seragam, serta memberikan dukungan teknis dan pelatihan untuk mempercepat adopsi teknologi di seluruh wilayah ASEAN.
Antara News (2023). "Konektivitas Pembayaran Lintas
Negara Jadi Kekuatan Baru ASEAN." Retrieved from
https://www.antaranews.com/berita/3544029/bi-konektivitas-pembayaran-lintas-negara-jadi-kekuatan-baru-asean.
Bank Indonesia (2023). "Konektivitas Pembayaran Lintas Negara Jadi Kekuatan Baru ASEAN." Republika Ekonomi. Retrieved from https://ekonomi.republika.co.id/berita/rut1jx423/bi-konektivitas-pembayaran-lintas-negara-jadi-kekuatan-baru-asean.
Direktorat Jenderal Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
Republik Indonesia (2023). "Kajian Dampak ASEAN." Retrieved from
https://fiskal.kemenkeu.go.id/files/berita-kajian/file/Kajian%20Dampak%20ASEAN.pdf.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul
"Revolusi Konektivitas Pembayaran: BI dan Anggota ASEAN Membangun Jaringan
Tanpa Batas", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/mujahid11990/64900b9d10d8e0461d0b85e5/revolusi-konektivitas-pembayaran-bi-dan-anggota-asean-membangun-jaringan-tanpa-batas?page=2&page_images=1
Kreator: Mujahid Quraisy