Sejak zaman berburu hingga mengendalikan mesin, manusia tak pernah berhenti menyempurnakan cara mengatur kaumnya. Kita adalah makhluk super kooperatif, mampu bekerja sama dalam jumlah besar yang tak tertandingi spesies lain. Tetapi kooperasi memerlukan manajemen, sangat memerlukannya malahan.
Revolusi pertanian menciptakan surplus, divisi kerja, dan permukiman. Aktivitas ekonomi meningkat drastis, demikian pula kebutuhan manajemen. Raja-raja di Mesir dan Mesopotamia menciptakan birokrasi canggih yang mengatur irigasi besar-besaran dan arsip pajak persemakmuran. Sungguh mencengangkan prestasi manajemen masa itu.
Merkantilisme dan kolonialisme makin meluaskan aktivitas ekonomi umat manusia. Kapal-kapal dan kereta api direkayasa. Pabrik-pabrik didirikan, menyedot pekerja dari desa-desa. Revolusi Industri membuat peradaban manusia semakin rumit untuk diatur.
Maka lahirlah para nabi manajemen. Adam Smith menggagas tangan tak terlihat pasar dan spesialisasi kerja. Taylor mengkaji gerakan kerja dan menciptakan mesin manajemen efisiensi. Weber merancang birokrasi modern berlapis dan terdokumentasi. Mereka adalah sang arsitek yang berusaha mengendalikan kompleksitas.
Namun manusia ternyata makhluk emosional. Mayo dan Maslow mengingatkan, manusia bukan mesin. They need to feel belonged and self-actualized. Sisi humanis dan psikologis tak luput dari perhatian sang nabi manajemen.
Lalu Silicon Valley menciptakan gelombang perubahan berikutnya. Komputasi dan komunikasi berbiaya rendah mengubah manajemen sekali lagi. Informasi mengalir deras di seantero organisasi, sementara otomatisasi mulai mengambil alih kerja rutin.
Hari ini, algoritma machine learning sudah bisa membuat prakiraan dan keputusan kompleks. Apakah sang nabi manajemen suatu hari akan tergantikan oleh mesin? Entahlah, masa depan terlalu kabur untuk kita tebak.
Satu yang pasti, manusia akan terus menyempurnakan cara mengendalikan kaumnya, mencari keseimbangan antara efisiensi dan kemanusiaan. Karena pada akhirnya, manajemen adalah seni mengatur manusia oleh manusia. Sangat manusiawi dan tiada henti berevolusi.