thumbnail_berita

 25 Sep 2023   Penulis:  Dr.Mujahid Quraisy, S.E., M.S.I.   Dipost Oleh:  STEI Admin    opini


Dari Aristoteles ke Positivisme

Sejak zaman Aristoteles, para filsuf telah berupaya memahami realitas sosial dengan pendekatan rasional. Namun baru pada abad ke-19, Auguste Comte meletakkan dasar positivisme yang menekankan fakta empiris dan kuantitatif. Ia percaya bahwa fenomena sosial dapat distudikan secara ilmiah layaknya fenomena alam. Pendekatan ini kemudian diterapkan para sosiolog seperti Emile Durkheim dan Max Weber dalam studi masyarakat modern. Mereka berupaya mengungkap pola dan hukum umum perilaku sosial.

Mengungkap Realitas Objektif

Para peneliti ilmu sosial positivistik berusaha mengungkap realitas sosial yang objektif. Mereka menggunakan metode kuantitatif dan survei statistik dengan sampel besar untuk mengeneralisasi temuan pada populasi. Dengan mengendalikan variabel, mereka mencari hubungan sebab-akibat antar fenomena sosial layaknya ilmu alam. Peneliti dianggap netral dan terlepas dari nilai subjektif. Temuan diyakini mencerminkan realitas objektif yang bebas dari bias peneliti.

Dimensi-Dimensi Realitas: Objektif, Subjektif dan Intersubjektif

Namun kritik postmodernisme menyoroti keterbatasan penelitian positivistik. Realitas sosial memiliki dimensi objektif, subjektif dan intersubjektif. Metode kuantitatif hanya menangkap dimensi objektifnya saja. Makna subjektif tidak terungkap. Karena itu mulai populer penelitian kualitatif yang menggali perspektif dan pengalaman pelaku sosial. Realitas sosial dipahami sebagai konstruksi intersubjektif melalui interaksi sosial. Ilmuwan sadar penelitian mereka dipengaruhi nilai dan situasi sosial tertentu.

Ilmu Bukan tentang Kebenaran Tapi Keandalan

Pandangan postmodernisme ini menggeser pemahaman ilmu. Ilmu sosial bukan lagi pencarian kebenaran mutlak, melainkan upaya untuk membangun pengetahuan yang andal dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan berarti menolak sama sekali dimensi objektif. Namun ilmuwan harus reflektif terhadap batasan penelitian mereka. Temuan ilmiah selalu bersifat sementara dan terbuka untuk ditinjau ulang.

Metode dan Mekanisme Penelitian

Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk merancang metode penelitian yang tepat sesuai tujuan studinya, apakah kuantitatif atau kualitatif. Pengumpulan dan analisis data harus dilakukan secara sistematis. Temuan diturunkan langsung dari data, bukan opini peneliti. Validitas dan reliabilitas harus terjaga. Dengan demikian, walaupun tak mengklaim mutlak benar, sebuah studi dapat dipercaya dan berkontribusi pada pengetahuan.

Kesimpulan Hanya Menjawab Rumusan Masalah yang Diketahui

Kesimpulan penelitian juga penting ditulis secara hati-hati. Kesimpulan hanya menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan temuan, tanpa klaim berlebihan. Peneliti mengakui keterbatasan studi dan tidak memaksakan generalisasi. Rekomendasi juga diberikan untuk penelitian lebih lanjut demi menutup kesenjangan pengetahuan.

Dengan demikian, semangat peneliti ilmu sosial adalah membangun pengetahuan berbasis bukti yang andal dan berguna, bukan menemukan kebenaran mutlak. Walaupun tak sempurna, upaya ilmiah ini penting untuk terus memperluas pemahaman kita tentang realitas sosial yang kompleks ini.



©2024 STEI Yogyakarta.